BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai merupakan salah satu kawasan konservasi
yang mayoritas masyarakat sekitarnya bergantung pada berbagai potensi
sumberdaya alam yang terdapat di dalam kawasan taman nasional. Sebagai konsekuensi dari keadaan tersebut
terjadinya degradasi keanekaragaman
hayati yang cukup serius terutama pada kawasan taman nasional yang berdekatan
dengan pemukiman penduduk.Cukup tingginya tekanan masyarakat terhadap
sumberdaya alam dan telah terjadi degradasi keanekaragaman hayati Taman
Nasional Rawa Aopa Watumohai, terutama pada kawasan hutan yang berdekatan
dengan pemukiman penduduk[1].
Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai merupakan salah satu lokasi pengamatan
burung yang penting di kawasan Wallacea. Kawasan ini merupakan suatu paduan
yang menarik antara hutan rawa, perbukitan dan pesisir. Taman Nasional Rawa
Aopa Watuhmohai (TNRAW) merupakan kawasan lindung yang memiliki empat ekosistem
utama yaitu mangrove, rawa, savanna, dan hutan hujan[2]
Ekosistem mangrove tersebar di seluruh lautan tropik dan subtropik
Vegetasi mangrove tumbuh hanya pada pantai yang terlindung dari gerakan
gelombang; bila keadaan pantai sebaliknya, benih tidak mampu tumbuh dengan
sempurna dan menjatuhkan akarnya. Pantai-pantai ini terdapat di sepanjang sisi
pulau-pulau yang terlindung dari angin, atau serangkaian pulau atau pada pulau
dengan massa daratan di belakang terumbu karang di lepas pantai yang terlindung[3].
Mangrove adalah sebutan untuk komunitas tumbuhan pantai yang memiliki
adaptasi khusus. Secara ekologis, ekosistem mangrove dapat berfungsi sebagai
penahan ombak, angin dan intrusi air laut. Dan tempat perkembang biakan bagi
berbagai jenis ikan, udang, kepiting, kerang, siput, dan hewan lainnya. Hutan mangrove juga merupakan tempat hidup
beberapa satwa liar seperti monyet, ular, berang-berang, biawak, dan burung[4].
Berbagai jenis burung, terutama burung air banyak ditemukan di daerah
mangrove. Burung air yaitu jenis burung yang hidupnya sangat tergantung pada
air, baik untuk mencari makan, berlindung, istirahat, berbiak dan untuk
melakukan aktivitas social lainnya. Berbagai jenis burung air berkaki dan
berjari panjang, sehingga mudah berjalan di rawa dan di daerah berair lainnya,
misalnya jenis burung suku
Rallidae, Ardeidae, dan
Ciconiidae. Selain itu ada juga burung darat (Terestrial bird) yang memanfaatkan hutan mangrove sebagai tempat
mencari makan dan bermain Burung air dan
terestrial berperan sebagai indikator kesehatan lahan basah dan lingkungannya[5]. Burung air pada umumnya
mencari makan pada kawasan yang memiliki ekosistem gabungan dari tiga jenis
perairan yaitu perairan tawar, payau dan laut seperti daerah bakau. Ada juga
yang mencari makan di sungai, danau, waduk, rawa pasang surut, dan teluk.
Lokasi mencari makan pada burung biasanya dipilih berdasarkan perbedaan bentuk
dan ukuran tubuh yang dimiliki setiap spesies serta jenis makanan yang disukai[6].
Keberadaan burung air dalam daftar Konvensi Ramsar (1975) dimasukkan
sebagai salah satu kriteria penentuan lahan basah dan disebut sebagai jenis
kunci (keytone species). Informasi burung terestrial atau inland birds
yang menempati daerah peralihan antara
mangrove dengan tipe ekosistem daratan lainnya masih jarang[7].
Pola persebaran merupakan karakter penting dalam suatu komunitas ekologi.
Hal ini biasanya yang pertama kali diamati dalam melihat beberapa komunitas dan
salah satu sifat dasar dari kebanyakan kelompok organisme hidup. Dua populasi
mungkin saja memiliki kepadatan yang sama, tetapi mempunyai perbedaan yang
nyata dalam pola sebaran spasialnya. Namun informasi mengenai ekologi terutama
struktur komunitas dan pola sebaran masih sangat sedikit dan belum
dipublikasikan secara umum[8].
$tBur `ÏB 7p/!#y Îû ÇÚöF{$# wur 9ȵ¯»sÛ çÏÜt Ïmøym$oYpg¿2 HwÎ) íNtBé& Nä3ä9$sVøBr& 4 $¨B $uZôÛ§sù Îû É=»tGÅ3ø9$# `ÏB &äóÓx« 4 ¢OèO 4n<Î) öNÍkÍh5u crç|³øtä ÇÌÑÈ
“dan Tidak ada seeekor binatang yang
ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan
semuanya merupakan umat- umat (juga) seperti kamu. Tidak ada sesuatu pun Kami
luputkan didalam kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dikumpulkan” ( QS.
Al-A’nam 6 : 38)
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang kondisi keanekaragaman dan
keragaman jenis burung air yang berada di sekitar mangrove TNRAW, terutama pada
kawasan taman nasional yang berinteraksi
dengan pemukiman penduduk. Karena TNRAW merupakan tempat jalur imigrasi burung
khususnya burung air. Selain itu dijadikan bahan ajar untuk pelajaran ekologi khususnya
keanekaragaman tentang burung.
B. Rumusan Masalah
1. Menganalisa keanekaragaman dan
kelimpahan jenis burung
pada beberapa kawasan mangrove di
Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai?
2. Menganalisa keterkaitan vegetasi
sebagai komponen habitat
dengan burung yang menghuninya?
C. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1.
Menganalisa dan memetakan keanekaragaman dan
kelimpahan jenis burung
pada beberapa kawasan mangrove di
Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai.
2.
Menganalisa keterkaitan
vegetasi sebagai komponen
habitat dengan burung yang menghuninya.
D. Manfaat
Setiap kegiatan tentunya diharapkan
mempunyai manfaat, maka dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat, diantaranya:
1. Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menyediakan data dan informasi ilmiah mengenai
keanekaragaman jenis burung
dan habitatnya, serta
berguna bagi upaya
pelestarian burung air pada kawasan mangrove di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai.
2. Bagi Pembimbing
Dapat memberikan pengetahuan, khususnya
menyediakan data dan informasi
ilmiah mengenai keanekaragaman jenis
burung dan habitatnya,
serta berguna bagi
upaya pelestarian burung air pada
kawasan mangrove di Taman Nasional Rawa
Aopa Watumohai.
3. Bagi Pembaca
Dapat mengetahui gambaran data dan informasi ilmiah
mengenai keanekaragaman jenis burung dan
habitatnya, serta berguna
bagi upaya pelestarian burung air pada kawasan
mangrove di Taman Nasional Rawa Aopa
Watumohai.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai
Taman nasional merupakan salah satu kawasan konservasi terbaik untuk
menyaksikan keindahan fenomena alam, terutama untuk menyaksikan flora dan fauna
endemik, langka, dan dilindungi sehingga keberadaan taman nasional memiliki
arti yang sangat strategis dan penting dalam pelestarian keanekaragaman hayati[9].
Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) berada di Kawasan
Wallacea , dimana daerah ini kaya spesies flora
dan fauna endemik
yang tidak dijumpai
pada Kawasan Oriental
(Asia) maupun Australia.
Sebagian dari spesies
endemik tersebut berstatus sebagai spesies
langka dan dilindungi sesuai
Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor
7 1999 tentang Pengawetan Jenis
Tumbuhan dan Satwa, Analisis risiko Kebakaran Hutan
seperti Anoa, Babirusa, Maleo, Kus-Kus dan Elang Sulawesi.
Dalam bidang keanekaragaman hayati, TNRAW juga berperan penting sebagai lokasi pengawetan berbagai spesies
dengan tingkat endemisitas yang tinggi. Dalam
kawasan ini setidaknya terdapat533 jenis tumbuhan
dari 110 famili, 73 jenis tumbuhan diantaranya terdaftar dalam Appendix II CITES Jenis satwa liar yang tercatat sebanyak 321 jenis, meliputi mamalia
sebanyak 28 jenis (15 jenis endemik Sulawesi), aves sebanyak 218 jenis (1 jenis endemik Sulawesi Tenggara, 51 jenis endemik
Sulawesi, dan 33 jenis migran), reptilia
sebanyak 11 jenis, pisces sebanyak 28 jenis, amphibia sebanyak 3 jenis
dan lain-lain. Jenis satwa
tersebut sebagian diantaranya
tercatat dalam IUCN
Red Data
List dan Appendix II CITES
serta dilindungi berdasarkan peraturan perundangan Indonesia[10].
Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai merupakan salah satu lokasi pengamatan
burung yangpenting di kawasan Wallacea.Kawasan ini merupakan suatu paduan yang
menarik antara hutan rawa, perbukitan dan pesisir. Taman Nasional Rawa Aopa
Watuhmohai (TNRAW) merupakan kawasan lindung yang memiliki empat ekosistem
utama yaitu mangrove, rawa, savanna, dan hutan hujan.[11]
Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TN RAW) merupakan salah satu kawasan
konservasi yang memiliki ekosistem mangrove seluas 6.000 ha Ekosistem mangrove
di kawasan TN RAW memiliki keanekaragaman jenis yangtinggi. Jenis vegetasi
mangrove tersebut dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar yaitu mangrove mayor
(Rhizophora, Bruguiera, Soneratia, Nypa dan
lain-lain), mangrove minor (Xylocarpus sp,
Aegiceras sp dan lain-lain), asosiasi
mangrove (Hibiscus sp, Pandanus sp dan lain-lain).
Menurut Rusila tahun 1995 bahwa kawasan hutan mangrove merupakan habitat
dari berbagai jenis satwa seperti primata, reptilia dan burung. Jenis burung
yang hidup di sekitar mangrove tidak selalu sama dengan jenis-jenis burung yang
hidup di daerah hutan sekitarnya karena sifat khas hutan mangrove[12].
Burung merupakan salah satu satwa yang dapat dijumpai di sekitar kawasan
mangrove TN RAW. Burung air yaitu jenis burung yang hidupnya sangat tergantung
pada air, baik untuk mencari makan, berlindung, istirahat, berbiak dan untuk
melakukan aktivitas social lainnya. Berbagai jenis burung air berkaki dan
berjari panjang, sehingga mudah berjalan di rawa dan di daerah berair lainnya,
misalnya jenis burung suku Rallidae, Ardeidae, dan Ciconiidae. Selain itu ada juga burung
darat (Terestrial bird) yang memanfaatkan hutan mangrove sebagai tempat
mencari makan dan bermain Burung air dan
terestrial berperan sebagai indikator kesehatan lahan basah dan lingkungannya[13].
B. Burung Air
Burung air adalah jenis burung yang
secara ekologis hidupnya sangat tergantung pada lahan basah meliputi rawa,
paya, hutan bakau/hutan payau, muara sungai/estuaria, danau, sawah, sungai atau
bendungan dan pantai sebagai tempat mencari makan, minum, istirahat dan
berlindung, serta berbagai aktifitas yang berhubungan dengan air. Burung air
memerlukan habitat untuk mencari makan, minum, berlindung, bermain dan tempat
untuk berkembang biak. Apabila keadaan habitat sudah tidak sesuai untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, maka reaksi yang muncul adalah satwa tersebut akan
berpindah mencari tempat lain yang menyediakan kebutuhannya[14].
Keberadaan burung air pada suatu
habitat dipengaruhi oleh faktor ketersediaan, ketinggian dan kualitas air,
ketersediaan makanan, tempat berlindung dan bersarang, dan predator.Struktur
komunitas burung merefleksikan adanya seleksi habitat, karena burung memiliki
kebutuhan spesifik untuk memperoleh makan, bercumbu (courting), kawin (mating),
dan aktivitas lainnya.Burung air dapat dijumpai hidup secara soliter maupun
berkelompok, umumnya dalam kelompok yang sangat besar dengan jumlah individu
banyak.Hal ini merupakan salah satu upaya perlindungan diri pada saat mencari
makan.Pembentukan kelompok pada saat makan bertujuan untuk mengusik mangsa yang
bersembunyi di dalam lumpur. Sebagian besar burung air adalah penghuni tetap
daerah tropis dan subtropis.Komunitas burung air sangat ideal dijadikan
indikator bagi perubahan lingkungan dan untuk monitoring kondisi lingkungan
pada lahan basah hal ini sangat erat hubungannya dengan kebutuhan spesifik
burung air untuk memperoleh makan, berbiak, berpasangan dan aktivitas lainnya[15].
C. Keanekaragaman Burung
Populasi burung dapat dihitung pada
saat burung sedang berkumpul dipohon tempat tidur ataupun bersarang. Perhitungan dapat
dilakukan baik saat burung
akan tidur dan mencari makan. Karakteristik suatu populasi
dibentuk oleh interaksi-interaksi antara individu dengan
lingkungannya baik dalam skala waktu ekologi maupun evolusioner, dan seleksi alam dapat
merubah semua karakteristik tersebut.
Dua karakteristik penting pada
populasi manapun adalah kepadatan dan
jarak antar individu. Kelimpahan adalah istilah umum
yang digunakan untuk suatu populasi satwa
dalam
hal
jumlah
yang
sebenarnya
dan
kecenderungan naik turunnya populasi atau keduanya. Kelimpahan
erat kaitannya dengan distribusi, sehingga
biasanya kedua istilah
ini seringkali digunakan
bersama-sama.
Burung dapat menempati
tipe habitat yang beranekaragam, baik habitat hutan maupun habitat bukan hutan,
setiap burung yang hidup di alam
membutuhkan dua kebutuhan dasar yaitu bahan dan
energi. Bahan menyediakan media untuk hidup
burung, seperti udara dan
daratan, sedangkan energi didapatkan burung dari makanan dan energi matahari.
Sebagai komponen habitat burung, pohon dapat berfungsi sebagai cover (tempat berlindung dari
cuaca dan predator,
bersarang, bermain
beristirahat, dan mengasuh
anak). Selain menyediakan bagian-bagian pohon (daun,
bunga, danbuah) suatu pohon dapat berfungsi sebagai
habitat (atau niche habitat)
berbagai jenis organisme lain
yang merupakan makanan
tersedia bagi burung.
Faktor yang menentukan keberadaan burung adalah
ketersediaan makanan, tempat untuk istirahat, bermain,
kawin, bersarang, bertengger dan berlindung. Kemampuan areal menampung burung
ditentukan oleh luasan, komposisi dan
struktur vegetasi, banyaknya
tipe ekosistem dan
bentuk areal serta keamanan. Burung merupakan
salah satu margasatwa yang terdapat hampir
di setiap tempat, tetapi untuk
hidupnya memerlukan syarat-syarat tertentu yaitu adanya kondisi
habitat
yang
cocok,
baik,
serta
aman dari segala macam gangguan. Habitat yang baik harus dapat menyediakan pakan, air, tempat
berlindung, tempat beristirahat dan tidur malam, serta tempat untuk
berkembangbiak baik ditinjau dari segi kuantitas dan kualitas.
Habitat burung
terbentang mulai
dari tepi pantai
hingga ke puncak
gunung. Burung yang memiliki
habitat khusus di tepi pantai tidak dapat hidup di pegunungan dan sebaliknya. Namun ada pula spesies burung-burung generalis yang dapat dijumpai
di beberapa habitat. Misalnya burung Kutilang (Pycnonotus aurigaster) yang dapat dijumpai pada habitat bakau hingga pinggiran
hutan dataran rendah.
Tipe habitat utama pada jenis
burung sangat berhubungan dengan kebutuhan hidup
dan aktivitas hariannya. Tipe burung terdiri dari tipe burung
hutan (forest birds), burung hutan kayu terbuka (open woodland birds), burung lahan budidaya (cultivated birds),
burung
pekarangan rumah (rural
area birds), burung pemangsa (raptor birds) dan burung air atau perairan (water birds).
Menurut komposisinya di alam, habitat satwa liar terdiri dari 3 komponen utama yang satu sama lain saling berkaitan, yaitu:
1. Komponen
biotik meliputi: vegetasi, satwaliar, dan organisme mikro.
2. Komponen fisik meliputi: air, tanah, iklim,
topografi, dll.
3.
Komponen kimia,
meliputi seluruh unsur kimia
yang
terkandung
dalam
komponen biotik maupun komponen
fisik.
Secara fungsional, seluruh komponen habitat di atas menyediakan pakan, air dan
tempat berlindung bagi satwa liar burung.
Jumlah dan kualitas
ketiga sumber
daya fungsional tersebut akan membatasi
kemampuan habitat untuk mendukung
populasi satwa liar. Komponen fisik habitat (iklim,
topografi, tanah dan air) akan menentukan
kondisi fisik habitat yang merupakan
faktor pembatas bagi ketersediaan
komponen biotik di habitat
tersebut
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian dilakukan di kawasan Taman
Nasional Rawa Aopa Watumohai Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
Lokasi plot penelitian didasarkan pada tipe habitat yang ada di TNRAW.
Pengamatan dilakukan di habitat yaitu hutan pantai, hutan manggrove dan padang
rumput. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 2 Mei–1 April 2018. Waktu
pengamatan dilakukan pada pagi (pukul 06.00-09.00 WITA) dan sore hari (pukul
15.00-17.00 WITA).
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1.
Binokuler, digunakan untuk membantu
melihat objek lebih jelas.
2.
Jam (Pengukur waktu), digunakan
untuk mengetahui waktu perjumpaan dengan satwa.
3.
Kamera digital, digunakan untuk
mengambil gambar objek dan habitatnya.
4.
Tape Recorder , digunakan untuk
merekam suara dari objek.
5.
Global Positioning System (GPS),
digunakan untuk menentukan titik-titik jalur pengamatan.
6.
Kompas, digunakan untuk menentukan
arah jalur dalam analisis vegetasi.
7.
Meteran untuk mengukur panjang jalur
pengamatan.
8.
Pita keliling, digunakan untuk
mengukur diameter pohon.
9.
Peta TN Rawa Aopa Watumohai,
digunakan untuk menentukan lokasi dan jalur pengamatan, serta mendukung data
informasi mengenai kondisi habitat.
Bahan yang digunakan :
1.
Buku Panduan Lapang: Seri Panduan
Lapang Burung -burung Sumatera,
Kalimantan, Jawa dan Bali, MacKinnon, 1998.
2.
Tabel tally sheet dan alat tulis.
C. Jenis Data
No 7
tahun 1999, status IUCN , dan status perdagangannya menurut CITES. Data habitat
yang diambil yaitu komposisi, struktur, profil vegetasi dan analisis vegetasi
habitat.
DAFTAR PUSTAKA
Elfidasari, D,. 2010. Pengaruh
Perbedaan Lokasi Mencari Makan Terhadap Keragaman Mangsa Tiga Jenis Kuntul Di
Cagar Alam Pulau Dua S erang: Casmerodius Albus, Egretta Garzetta, Bubulcus
Ibis. Makara Journal Of Science
Volume 9 Nomor 1 : 7-12
Firdaus, Putri Ayu Jannatul, And Aunurohim .2015. Pola Persebaran Burung Pantai Di Wonorejo, Surabaya Sebagai Kawasan
Important Bird Area (Iba). Jurnal
Sains Dan Seni Its Volume 4 Nomor
1 : E15-E18.
Khalid Riefani M dan Arief Soenjoto M. 2013. Keragaman Burung Air Di
Kawasan NPLCT Arutmin Indonesia Tanjung
Pemancingan Kotabaru Kalimantan Selatan. Prosiding seminar nasional
Pendidikan Biologi dan Biologi Universitas Negeri yogyakarta.
Jamili, Analuddin Dan Amnawati, W, O. 2016. Keanekaragaman Jenis Burung Pada Hutan Mangrove Di Kawasan Sungai
Lanowulu Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) Sulawesi Tenggaradiversity
Of Birds At The Mangrove Forest Of Lanowulu River, Rawa Aopa Watumohai National
Park Southeast Sulawesi. Jurnal
Biowallacea, Volume 1 Nomor 2 : 71-81.
Jamili, J., & Analuddin, A. 2015. Studi
Karakteristik Mikro-Habitat Burung Maleo (Macrocephalon Maleo) Pada Kawasan
Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) Sulawesi Tenggara. Jurnal Biowallacea Volume 2 Nomor 1 :182-195.
Jumilawati Erni, et al,, 2011. Keanekaragamn
burung Air di Bagan Percut Deli Serdang
Sumatra Utara, Media Konservasi
Volume 16 Nomor 3 : 108-113.
Putri, Indra A.S.L.P., And Merryana Kiding Allo. 2016. Degradasi Keanekaragaman Hayati Taman
Nasional Rawa Aopa Watumohai. Jurnal
Penelitian Hutan Dan Konservasi Alam
Volume 6 Nomor 2 : 169-194.
Qiptiyah Mariyatul, et al.
2013. Keragaman Jenis Burung pada
Kawasan mangrove di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, Jurnal Penelitian
Kehutanan Wallacea Volume 2 Nomor 1 : 41-50.
Saifullah, S., & Harahap, N. 2013. Strategi
Pengembangan Wista Mangrove Di “Blok Bedul” Taman Nasional Alas Purwo Kabupaten
Banyuwangi Jawa Timur. Journal Of
Indonesian Tourism And Development Studies Volume 1 Nomor 2 : 79-86.
Sawitri, R., & Iskandar, S.
(2012). Keragaman Jenis Burung Di Taman
Nasional Kepulauan Wakatobi Dan Taman Nasional Kepulauan Seribu. Jurnal Penelitian Hutan Dan Konservasi Alam,
Volume 9 Nomor 2 :175-187.
Sugiarto Dwi putro, et al,. 2013. Analisis Resiko Kebakaran Hutan
Dan Lahan Di Taman Nasional Rawa Aopa
Watumohai Dengan Pemanfaatan Pemodelan Spasial Globe volume
15 Nomor 2 : 68-76.
Wardhani, M. K. (2011). Kawasan
Konservasi Mangrove: Suatu Potensi Ekowisata. Jurnal Kelautan: Indonesian Journal Of Marine Science And Technology
Volume 4 Nomor 1 : 60-76.
[1] Putri, I.A. dan Allo, M.K (Degradasi Keanekaragaman Hayati Taman
Nasional Rawa Aopa Watumohai. Jurnal
Penelitian Hutan dan Konservasi Alam) . 2016. hlm 169.
[2] Jamili, et al,(Studi Karakteristik Mikro-Habitat Burung
Maleo (Macrocephalon Maleo) Pada Kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) Sulawesi Tenggara. Biowallacea
) 2015. Hlm 183.
[3] Wardhani, Maulinna Kusumo.( Kawasan Konservasi Mangrove: Suatu Potensi
Ekowisata Jurnal Kelautan:
Indonesian Journal Of Marine Science And Technology ) 2011. hlm 60.
[4] Saifullah, Nuddin Harahap. (Strategi Pengembangan Wista Mangrove Di “Blok Bedul” Taman Nasional
Alas Purwo Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur. Journal of Indonesian Tourism
and Development Studies ) 2013. hlm 80.
[5] Jamili, et al,. (Keanekaragaman Jenis Burung Pada Hutan
Mangrove Di Kawasan Sungai Lanowulu Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW)
Sulawesi Tenggara. BioWallacea) 2014. Hlm 72.
[6] Dewi Elfidasari. (Pengaruh Perbedaan Lokasi Mencari Makan
Terhadap Keragaman Mangsa Tiga Jenis Kuntul Di Cagar Alam Pulau Dua Serang: Casmerodius Albus, Egretta Garzetta,
Bubulcus Ibis. Makara Sains) 2005. Hlm 7-8.
[7] Reny Sawitri and Sofian Iskandar.
( keragaman jenis burung di taman
nasional kepulauan wakatobi dan taman nasional kepulauan seribu. Jurnal
penelitian Hutan dan Konservasi Alam) . 2012.
hlm 176.
[8] Putri Ayu Jannatul Firdaus dan
Aunurohim. (Pola Persebaran Burung Pantai
di Wonorejo,Surabaya sebagai Kawasan Important Bird Area (IBA). Jurnal
Sains dan Seni ITS) 2015 hlm 15.
[9]
Putri Indra A.S..L.P,. Loc Cit.
[10]
Sugiarto Dwi putro et al., Analisis
Resiko Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai Dengan
Pemanfaatan Pemodelan Spasial. Globe ,2013. Hlm 68-69.
[11] Jamili et al,. Studi Karekterisktik Makro...,
loc cit.
[12] Qiptiyah Mariyatul. et al., Keragaman Jenis Burung pada Kawasan mangrove
di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, Jurnal Penelitian Kehutanan
Wallacea, 2013, hlm. 41-42.
[13] Jamili, et al., Keanekaragaman Jenis Burung..., Loc Cit.
[14] Jumilawati Erni, et al,.
Keanekaragamn burung Air di Bagan Percut
Deli Serdang Sumatra Utara, Media
Konserrvasi. 2011 hlm 108.
[15]Khalid Riefani M
dan Arief Soenjoto M. Keragaman Burung Air Di Kawasan
NPLCT Arutmin Indonesia Tanjung
Pemancingan Kotabaru Kalimantan Selatan. Prosiding nasional. 2013. hlm. 182.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar